Catatan Perjalanan :

Musim Panas Di Arizona

 

9.   Jerome, Kota Tambang Di Lereng Gunung

 

Masih di hari Sabtu, 12 Agustus 2000, hari telah menjelang sore ketika saya tiba di jalur panjang yang menanjak menjelang kota Jerome. Hujan deras mengguyur di sepanjang jalur ini. Di ketinggian lereng barat laut gunung Mingus, sudah nampak bayang-bayang kota Jerome yang saat itu agak berkabut. Hingga akhirnya di sekitar km ke-86 dari kota Flagstaff, saya sampai di jalur jalan yang sempit dan berbelok-belok memasuki kota Jerome.

 

Sudah sekitar jam 5 sore dengan suasana kota tidak terlalu ramai tapi saya masih ketemu beberapa wisatawan di beberapa sudut kota. Hujan masih menyisakan rintik-rintiknya, dengan bekas hujan deras tampak membasahi kota. 

 

Jerome, adalah sebuah kota tua yang lebih seabad yang lalu sempat jaya karena menjadi salah satu kota tambang terpenting di Arizona, bahkan untuk daratan Amerika utara. Lokasinya berada di lereng gunung yang cukup curam, sehingga jalan yang membelah melewati kota dan sekarang bernama Highway 89A, dibangun zig-zag, guna mengurangi derajad kemiringannya. Layaknya ramp (jalan melandai) di sebuah open pit (tambang terbuka) yang menghubungkan bagian bawah dan bagian atas kota. 

 

Rute Highway 89A, melintasi kota ini berubah menjadi jalur jalan yang sempit di sela-sela bangunan-bangunan kuno yang saling berhimpitan dan masih dipertahankan keasliannya. Agaknya di kota ini tidak dikenal jargon “demi pembangunan maka jalan harus dilebarkan dan bangunan di pinggirnya harus dimundurkan”. Kenyataannya toh kenampakan jalan dan bangunan di pinggirnya tetap terkesan rapi, bersih, enak dipandang dan lalu lintas juga lancar. Padahal arus lalu lintas cukup dikendalikan dengan pemasangan rambu batas kecepatan 20 mil/jam (sekitar 32 km/jam).

 

Jerome memang bukan kota yang padat penduduknya, kota ini kini hanya dihuni oleh sekitar 470 jiwa penduduknya. Terletak pada ketinggian sekitar 1660 m di atas permukaan laut. Memandang ke bawah dari bagian atas kota, tampak pemandangan indah bagian bawah kota yang didominasi oleh bangunan-bangunan kuno yang umumnya berkonstruksi tinggi dibandingkan dengan bangunan-bangunan baru.

 

***

 

Kota Jerome memiliki sejarah yang sangat panjang sejak ratusan tahun yang lalu ketika Arizona masih belum menjadi bagian dari Amerika. Resminya kota ini terbentuk pada tanggal 8 Maret 1899. Nama kota ini diambil dari nama seorang pemodal dari New York, Eugene Murray Jerome, yang pertama kali membiayai operasi penambangan melalui United Verde Mining Company. Anehnya, Pak Jerome ini selama hidupnya belum pernah berkunjung ke kotanya. Operasi penambangannya dikendalikan dari New York.

 

Pertama kali mineral diketemukan di daerah ini pada tahun 1876. Perusahaan tambang United Verde sendiri sejak tahun 1889 sempat menghasilkan tembaga, emas, perak, seng dan timbal senilai lebih dari US$1 milyar. Tentu saja hal ini membuat kota tambang Jerome menjadi incaran para pendatang termasuk para imigran yang datang mencari kerja dan mengejar impian untuk segera meraih keberuntungan.

 

Kota Jerome pun tumbuh dengan pesat dan menjadi kota yang padat dan sibuk. Dalam tempo singkat, kota Jerome telah dipadati dengan sekitar 15.000 jiwa. Berbagai peralatan modern untuk menunjang operasi penambangan dan pengolahan mineral didatangkan. Tambang bawah tanah (underground) serta operasi pabrik pengolahannya segera saja merubah wajah kota Jerome menjadi kota yang tidak teratur. Polusi asap hitam menyelimuti kota, dan mematikan pepohonan serta vegetasi lainnya di sekitar kota di lereng gunung.   

 

Hingga sampai di awal abad 20, Jerome menjadi kota yang tidak pernah tidur. Belasan hotel, bar dan rumah-rumah pelacuran mewarnai kehidupan kota tambang ini. Belgian Jenny, ratu honky-tonk dari rumah-rumah cinta adalah seorang mucikari yang paling top pada masa itu. Perjudian, minuman keras dan pemakaian obat-obat terlarang telah menjadi bagian dari kehidupan kota tambang ini. Orang-orang muda berdatangan, menghabiskan putaran hidupnya dalam kerja dan kenikmatan yang sepertinya tanpa akhir. Hingga masa Perang Dunia I, kota ini semakin memuncak kejayaannya.    

 

Tanpa disadari, berbagai potensi bencana pun semakin mengancam kehidupan kota tambang yang sepertinya semakin kurang terkendali. Penggunaan dinamit untuk operasi peledakan, pengoperasian kerangkeng (cage) untuk menaik-turunkan pekerja ke lorong-lorong bawah tanah melalui sumuran tambang (shaft), runtuhnya lorong-lorong bawah tanah serta pengoperasian alat-alat berat, adalah kombinasi sumber bencana yang sangat potensial.

 

Sekitar tahun 1920-an, sebuah ledakan dahsyat dinamit telah menyebabkan keretakan, lalu longsor. Jutaan ton batu runtuh dari bukit dan menimbulkan suara gemuruh yang sangat dahsyat dan menimbulkan awan debu menyelimuti kota. Korban manusia tak terhindarkan lagi.

 

Dalam sejarahnya, ternyata kota Jerome ini memang tidak pernah lepas dari ancaman bencana. Paling tidak tercatat ada empat kali terjadi kebakaran hebat yang sempat membuat kota Jerome rata dengan tanah, yaitu tahun-tahun 1894, 1897, 1898 dan 1899. Namun setiap kali kota dibangun kembali, setiap kali pula kebakaran terjadi kembali.   

 

Ketika Amerika mengalami depresi ekonomi tahun 1930-an, produksi tambang pun mengalami penyurutan. Pada masa Perang Dunia II, kehidupan tambang agak bersinar lagi, namun tidak berlangsung lama. Operasi penambangan masih dilanjutkan dengan sistem tambang terbuka (open pit) karena masih dijumpai kandungan bijih yang kaya.

 

Hingga akhirnya tahun 1953 ketika operasi penambangan dihentikan, kota Jerome lalu ditinggalkan oleh ke-15.000 orang warganya. Hanya ada sekitar 50 orang yang masih bertahan, dan berubahlah Jerome menjadi seperti kota hantu. Bekas kota tambang yang nangkring di lereng gunung itu meninggalkan lorong-lorong tambang bawah tanah sepanjang sekitar 140 km, layaknya lubang-lubang tikus di bawah kota Jerome.

 

***

 

Lalu seperti apa kota Jerome kini? Penduduknya yang masih tinggal di kota ini sejak operasi tambang ditutup, mereka kebanyakan adalah bekas pegawai tambang dan para pensiunan, menyadari bahwa Jerome mempunyai potensi untuk “dijual” kepada para wisatawan. Kota yang kemudian dijuluki sebagai “The Most Unique City in America”, lalu berbenah diri dan mengorganisasikan diri.

 

Banyak sisa-sisa bangunan sejak kebakaran tahun 1894 dan 1899 kini masih ada, sebagian telah selesai direstorasi dan sebagian lainnya menyusul. Karena lokasinya yang berada di lereng gunung dengan kemiringan rata-rata 30 derajad, menyebabkan beberapa bangunan telah runtuh dan longsor.

 

Namun masih banyak sisa-sisa bangunan lama yang kini mempunyai “nilai jual” tinggi di mata wisatawan. Diantaranya adalah bekas penjara kota, lalu ada bagian kota yang pernah disebut distrik Cribs yang mempunyai julukan menyakitkan sebagai prostitution row, bekas bangunan hotel, rumah sakit, gereja, sekolah dsb. Termasuk dua tambang bonanza, yaitu tambang United Verde dan the Little Daisy yang sempat meraih masa kejayaan sebelum terjadinya depresi ekonomi tahun 1930-an. 

 

Sejenak saya memarkir kendaraan, lalu berjalan kaki beberapa puluh meter menyusuri kota Jerome yang sore itu masih gerimis dan mulai sepi. Di satu sudut kota ada sebuah bangunan kuno yang di dalamnya digelar museum mini, diantaranya memaparkan sejarah panjang kota Jerome sebagai kota tambang.

 

Para pensiunan pekerja tambang yang dulu bertahan ketika Jerome jatuh, dengan upayanya kemudian untuk menyelamatkan sisa-sisa peninggalan para orang tua, kerabat atau rekan-rekan mereka dulu, kelihatannya membuahkan hasil. Kini kota Jerome hidup kembali, tidak hiruk-pikuk karena memang tambang tidak ada lagi, melainkan kehidupan yang lebih bergengsi karena dikunjungi oleh wisatawan dari mana-mana.

 

Kabarnya, ada perusahaan yang sekarang sedang mengincar potensi mineral yang memang masih ada di bawah kota Jerome. Akankah Jerome kelak akan mengulangi sejarahnya menjadi kota tambang lagi? Sebuah perjuangan yang tidak mudah bagi perusahaan itu, karena itu artinya sama saja dengan menghancurkan kembali kota Jerome, mengingat saat ini saja kota Jerome berdiri di atas lorong-lorong bekas tambang yang cukup riskan terhadap kemungkinan longsor atau runtuh.- (Bersambung)

 

 

Yusuf Iskandar

 

 

 

Salah satu sudut kota Jerome, bekas kota tambang di lereng gunung.

 

[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]